Masjid Baitul Jabbaar memiliki program untuk menjadi “Masjid Ramah Anak”. Untuk itu diperlukan adanya konsep ramah anak yang perlu disosialisasikan secara massif kepada seluruh jamaah dan DKM. Untuk mendukung ini, disosialisasikan :
- Menyediakan TPA (Tempat Pembelajaran Al-Quran) untuk anak-anak yang berjalan secara rutin.
- Mengajak anak-anak TPA untuk melakukan sholat Ashar dan Magrib berjamaah, yang diatur oleh guru pembimbing.
- Menghimbau kepada jamaah untuk mengajak anaknya melakukan sholat fardlu di Masjid, tentunya tetap dalam pengawasan orangtuanya selama berada dimasjid.
- Dikemudian hari akan disiapkan arena bermain anak yang bersuana islami dihalaman masjid.
Topik mengenai “keramahan” masjid, terutama terhadap anak-anak ini belakangan semakin mengemuka. Apalagi ketika aktivitas masyarakat semakin meningkat seperti di Bulan Suci Ramadhan yang baru saja berlalu. Ada dua suasana yang perlu dihadirkan oleh lingkungan masjid secara umum agar masjid menjadi “Masjid Ramah Anak”, yaitu sikap Takmir atau DKM untuk bersikap Positif dan Kondusif atas kehadiran anak-anak dimasjid.
Sikap positif adalah bahwa DKM dan jamaah bisa menerima keberadaan anak-anak. Bukan menghardik mereka, apalagi mengusirnya. Tidak semua tingkatan usia anak-anak bisa diingatkan. Apabila anak-anak sudah bisa membedakan kanan dengan kiri, maka sudah bisa diberikan peringatan secara baik-baik, bila belum (berarti masih anak-anak sekali), maka dibiarkan saja bermain-main di halaman masjid.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah “keterusiran” anak-anak dari shaf depan. Shaf yang lebih di depan, adalah hak bagi mereka yang datang lebih dulu. Meskipun dia/mereka adalah anak-anak, hendaknya kaum yang lebih dewasa tidak meminta mereka shalat di shaf-shaf yang lebih belakang.
Perilaku mendorong anak-anak shalat di shaf-shaf belakang disinyalir turut berperan dalam menyengajakan anak-anak terlambat hadir ke masjid. Untuk apa buru-buru masuk ruang utama shalat, kalau shalatnya tetap harus di belakang shaf-shaf orang dewasa. Kira-kira demikian nalar mereka tanpa disadari secara langsung. Namun demikian, suasana masjid harus tetap kondusif demi menjaga kekhusyu’an shalat berjamaah.